Rabu, 26 Januari 2011

Tanaman Alternatif, Terong Hibrida F1

Terong Hibrida F1 atau biasa disebut terong ungu merupakan sayuran yang sudah lama dikenal luas masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari kebiasaan masyarakat yang mengkonsumsinya baik dalam bentuk sayuran olahan maupun secara mentah. Dengan semakin beragamnya selera masyarakat terhadap terong, bentuknyapun banyak mengalami perkembangan.

Konsumsi terhadap terong ungu berlangsung secara terus menerus. Sehingga diperlukan adanya pembudidayaan untuk memenuhi kebutuhan terong ungu yang semakin meningkat. Salah satu budidaya terong ungu dapat kita jumpai di Desa Karanggeger Kecamatan Pajarakan. Di lahan milik Masadi tersebut terhampar luas tanaman terong ungu yang sudah siap panen.

Koordinator PPL Kecamatan Pajarakan Anik Rachmawati mengatakan pada umumnya terong terdiri dari tiga jenis, yaitu terong putih, terong hijau dan terong ungu. Namun dibandingkan dengan terong putih maupun hijau, terong ungu rasanya lebih manis dan lebi punel saat dimasak. Hal inilah yang menjadi keunggulan terong ungu atau Hibrida F1 untuk dikembangkan secara intensif.

“Tanaman terong ungu ini merupakan salah satu solusi untuk menjawab keterbatasan air. Sebab daerah sini kadang kekurangan air. Sehingga tanaman terong ungu ini merupakan tanaman alternatif untuk meningkatkan pendapatan masyarakat,” ujar Anik Rachmawati.

Sementara Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan (BKP3) Kabupaten Probolinggo Hasyim Ashari mengatakan budidaya terong ungu ini merupakan salah satu usaha produktif untuk meningkatkan ketahanan pangan. Sebab ketahanan pangan wilayah tidak hanya terletak kepada ketersediaan pangan saja, tetapi juga adanya kemampuan masyarakat dalam membeli bahan pangan.

”Mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui usaha produktif merupakan salah satu solusi meningkatkan ketahanan pangan,” ujar Hasyim.

Masadi salah satu petani terong ungu di Desa Karanggeger Kecamatan Pajarakan mengatakan budidaya terong ungu merupakan salah satu pertanian yang sangat menjanjikan. Sebab dalam satu kali tanam bisa panen hingga 48 kali, asalkan pemupukannya dilakukan secara teratur.

“Tampaknya budidaya tanaman terong ungu ini tidak seintensif budidaya tanaman sayuran favorit lain. Kenyataannya tidak sedikit petani yang hanya menanamnya sebagai pelengkap dan tumpangsari dengan tanaman lain. Padahal bila kita mengkaji potensi pasar lokal saja, pengusahaan terong ungu secara intensif dapat memberikan peluang yang cerah bagi petani,” ujar Masadi.

Sebenarnya untuk menanam terong ungu ini tidak begitu sulit. Hanya dibutuhkan sebuah keuletan dari petani. Sebelum ditanami, terlebih dahulu tanah diolah dulu dan kemudian di juring dengan lebar juringan 1,25 meter. Lalu tanah dipupuk dulu dengan pupuk dasar. Selanjutnya, benih terong ungu yang akan ditanam disemai dulu. Setelah berumur 25 hari, bibit baru ditanam dengan jarak 60 x 50 cm. Kemudian pemupukan dilakukan secara teratur pada saat tanaman berumur 15 hari, 25 hari, dan 37 hari. Saat berumur 57 hari, terong ungu sudah dapat dipanen.

“Terong ungu ini sangat menjanjikan untuk meningkatkan pendapatan petani. Terong ini bisa dipanen hingga berkali-kali mulai awal panen hingga delapan bulan dari panen awal. Tiap lima hari sekali kita bisa panen. Setelah tiga kali panen, terong dipupuk lagi. Lima hari lagi panen lagi, begitu seterusnya hingga sampai delapan bulan dari awal panen. Kalau dihitung-hitung, dalam sekali tanam kita bisa panen hingga 48 kali,” terang Masadi.

Secara analisa Masadi menerangkan, biaya penanaman terong ungu tidak begitu mahal. Untuk lahan seluas satu hektar, dibutuhkan total biaya sebesar Rp. 6 juta. Namun dalam sekali tanam, total pendapatan yang akan didapat mencapai Rp. 40,8 juta. Sehingga diperoleh pendapatan bersih sebesar Rp. 34,8 juta.

“Saat ini harga satu kwintal terong ungu mencapai Rp. 85 ribu. Keunggulan terong ungu dari hasil pertanian yang lain, terong ungu ini dapat dipanen hingga beberapa kali. Kuncinya hanya satu, pemupukan harus rutin dan baik,” jelas Masadi.

Selain dijual di pasaran lokal, terong ungu ini sudah menembus pasar luar daerah seperti Surabaya. Dalam satu pengiriman bisa mencapai empat hingga lima ton terong ungu. “Melalui budidaya terong ungu ini, pendapatan keluarga saya meningkat. Semoga saja harganya bisa tetap stabil dan permintaannya semakin besar,” harap Masadi.(Anik Rachmawati,SP.MMA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar